1.
JELASKAN
DAN BERI CONTOH PSIKOLOGI DARI SUDUT PANDANG GESTALT!
Arti Gestalt bisa bermacam-macam sekali, yaitu form, shape
(dalam bahasa Inggris ) atau bentuk, hal, peristiwa, hakikat esensi, totalitas.
Terjemahannya ke dalam bahasa Inggris pun bermacam-macam antara lain shape
psychology, convigurationism, whole psychology, dan sebagainya. Karena adanya
kesimpangsiuran dalam penerjemahan, akhirnya para sarjana di seluruh dunia sepakat
untuk menggunakan istilah “Gestalt” tanpa menerjemahkannya ke dalam bahasa
lain.
Menurut
Kamus Lengkap Psikologi buatan J.P. Chaplin, Gestalt adalah
aliran atau posisi sistematis dalam bidang psikologi, dengan dampak adanya
penentuan bahwa pokok persoalan yang sejati bagi psikologi ialah tingkah laku
dan pengalaman sebagai kesatuan totalitas.
Psikologi gestatl berasal dari gerakan
intelektual Jerman yang sangat dipengaruhi oleh berbagai model akademi Wurzburg
terdahulu dan pendekatan fenomenologis terhadap ilmu pengetahuan. Psikologi
gestalt lebih terfokus pada proses-proses persepsi, di mana pokok pikirannya
yang utama adalah ‘bahwa suatu keseluruhan adalah lebih besar daripada
penjumlahan bagian-bagiannya’.
Solso dkk (2007:435)
menjelaskan, “para tokoh dan penganut gestaltist beranggapan bahwa suatu
permasalahan (perseptual) ada ketika ketegangan (strees) muncul sebagai
interaksi antara persepsi dan memori”. Dalam teori gestalt ini juga terdapat
konsep functional fixedness yang tidak lain adalah merupakan konsep dari Karl
Duncker (1945). Konsep tersebut memberikan kecenderungan untuk mempersepsikan
suatu barang sesuai fungsinya. Hal ini bisa jadi, sebagai salah satu faktor
penghambat seseorang dalam menyelesaikan permasalahan. Sedangkan langkah-langkah
yang ditawarkan oleh psikologi gestalt yakni, langkah pertama mengevaluasi
harapan yang kemudian dilanjutkan dengan hipotesis, setelah itu pengujian
terhadap hipotesis, dan langsung pada tahap hipotesis terkonfirmasi (bila
hipotesis awal diterima). Apabila tidak, maka kembali menjari hipotesis baru
(hipotesis tidak terkonfirmasi).
Dalam hal ini Psikologi
Gestalt sependapat dengan pandangan filsafat fenomenologi yang mengatakan bahwa
pengalaman haruslah dilihat secara netral, tidak dipengaruhi oleh apa pun. Menurut
gestalt, belajar adalah gejala kognitif pada organisme untuk mendapatkan
penyelesaian problema yang di hadapi. Teori ini dikembangkan oleh tiga orang,
Max Wertheimer, Kurt Koffka, dan Wolfgang Kohler.
Studi kasus
tentang psikologi gestalt:
Kohler melakukan sebuah percobaan melalui seekor simpanse
bernama Sultan untuk membuktikan fungsi insight dalam proses pemecahan masalah.
Eksperimen I
Problem yang
dihadapi oleh simpanse, yaitu pisang diletakkan digantung di atas sangkar
sehingga simpanse tidak dapat meraih pisang tersebut. Di sudut sangkar
diletakkan sebuah kotak yang kuat untuk dinaiki oleh simpanse. Pada awalnya
simpanse berusaha meraih pisang yang digantung di atas sangkat, tetapi ia
selalu gagal. Kemudian simpanse memerhatikan sekeliling sangkar dan ia melihat
sebuah kotak yang kuat, maka timbullah pemahaman dalam diri simpanse, yakni
menghubungkan kotak tersebut dengan pisang. Lalu kotak tersebut diambil dan
ditaruh tepat di bawah pisang. Selanjutnya simpanse menaiki kotak dan akhirnya
ia dapat meraih pisang tersebut.
Eksperimen II
Sama dengan
eksperimen dua, pisang ditaruh di atas sangkar dan ada kotak, hanya saja pada
eksperimen ini ada dua kotak yang dapat disambung untuk dinaiki dan digunakan
untuk meraih pisang di atas sangkar, pada awalnya simpanse menggunakan kotak
satu untuk meraih pisang diatas sangkar, tetapi gagal. Simpanse melihat ada
satu kotak lagi di dalam sangkar dan ia menghubungkan kotak tersebut dengan pisang
dan kotak yang satunya lagi. Dengan pemahaman tersebut, simpanse menyusun
kotak-kotak itu dan ia berdiri di atas kotak-kotak dan akhirnya dapat meraih
pisang diatas sangkar dengan tangnnya.
Ada pun contoh penerapan gestalt dalam kehidupan
sehari-hari:
Ada seorang
siswa bernama Bayu, Bayu adalah siswa yang rajin belajar. Ia tidak pernah bolos
pelajaran. Kemudian suatu hari ia di panggil oleh guru BP untuk menghadapnya.
Bayu merasa ketakutan, ia berpikir bahwa ia sedang mendapat masalah. Setelah ia
datang menemui guru BP, ternyata presepi bayu selama ini salah. Ia berpikir
jika di panggil guru BP maka ia akan mendapat masalah.
Dari percobaan pada
simpanse di atas dapat disimpulkan bahwa dengan insight atau pemahaman, kita
dapat memecahkan masalah yang dihadapi. Selain itu, percobaan tersebut dapat
membuktikan bahwa perilaku simpanse dalam memecahkan masalah tidak hanya di
dasarkan oleh stimulus dan respon, tetapi juga karena adanya pemahaman mengenai
masalah dan bagaimana cara memecahkan masalah tersebut. Pada awalnya simpanse
harus membentuk sebuah presepsi tentang situasi yang ada menggambungkan semua
hal yang relevan dalam masalah sebelum muncul insight. Insight sangat penting
dalam sebuah proses belajar. Pembentukan insight dalam diri individu belajar
terjadi karena adanya persepsi terhadap lingkungannya. Insight juga
akan muncul apabila seseorang telah beberapa saat mencoba dan memahami suatu
masalah sehingga di dapat kejelasan dan di mengerti maknanya.
Kesimpulan dari cerita Bayu adalah bahwa Bayu
merasakan sensasi ketakutan ketika tahu jika ia di panggil guru BP dan ia
membentuk sebuah presepsi jika di panggil guru BP maka akan mendapat sebuah
masalah. Biasanya presepsi itu berhubungan dengan pikiran yang negatif.
Pemahaman tergantung pada situasi atau lingkungan,
sebab insight itu hanya mungkin terjadi apabila situasi belajar itu diatur
sedemikian rupa sehingga hal-hal yang perlu dapat diamati. Belajar dengan
pemahaman dapat diulangi, jika suatu masalah yang telah dipecahkan dengan
insight lain kali diberikan lagi pada pelajar yang bersangkutan, maka dia
dengan langsung dapat memecahkan masalah itu lagi.
2.
JELASKAN
DAN BERI CONTOH PSIKOLOGI DARI SUDUT PANDANG ANALISA !
Aliran psikoanalitik mempelajari perkembangan kepribadian dan perilaku abnormal
daripada aliran psikologi. Aliran ini di kembangkan oleh Dr. Sigmund Freud
sehingga lebih dikenal dengan nama Aliran Freud. Aliran Psikoanalisa dari
Sigmund Freud berasumsi
bahwa energi penggerak awal perilaku manusia berasal dari dalam diri manusia
yang terletak jauh di alam bawah sadar. Itulah sebabnya, mengapa begitu banyak
penyakit fisik yang disebabkan oleh tertekannya psikologis seseorang.
Sigmund Freud
mengemukakan bahwa kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan
tak-sadar (unconscious).
Baru pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural
yang lain, yakni id, ego, dan superego.
Sigmud Freud merupakan
seorang psikolog dan filosof terkenal dan pernah mendapatkan penghargaan Goethe
Prize. Beliau lahir pada 6 Mei 1856 di Freiberg, beliau merupakan seorang
Austria keturunan Yahudi dan juga pendiri aliran psikoanalisis dalam bidang ilmu
psikologi. Pada mulanya istilah psikoanalisis hanya dipergunakan dalam hubungan dengan
Freud saja, sehingga “psikoanalisis” dan “psikoanalisis” Freud sama artinya.
Bila beberapa pengikut Freud dikemudian hari menyimpang dari ajarannya dan
menempuh jalan sendiri-sendiri, mereka juga meninggalkan istilah psikoanalisis
dan memilih suatu nama baru untuk menunjukan ajaran mereka. Contoh yang
terkenal adalah Carl Gustav Jung dan Alfred Adler, yang menciptakan nama
“psikologi analitis” (en: Analitycal psychology) dan “psikologi individual”
(en: Individual psychology) bagi ajaran masing-masing.
* Psikoanalisis memiliki tiga
penerapan:
1) suatu metoda penelitian dari
pikiran
2) suatu ilmu pengetahuan sistematis
mengenai perilaku manusia
3) suatu metoda perlakuan terhadap
penyakit psikologis atau emosional.
* Menurut Freud psikoanalisis
mempunyai tiga arti Bertens 1979 yaitu:
1. untuk menunjukkan suatu
metoda penelitian terhadap proses-proses psikis yang sebelumnya hampir tidak
terjangkau oleh penelitian ilmiah;
2. untuk menunjukkan suatu
teknik untuk menyembuhkan gangguan-gangguan jiwa yang dialami pasien neurosis;
3. untuk menunjukkan seluruh
pengetahuan psikologis yang diperoleh melalui metoda dan teknik tersebut.
Menurut Sigmund Freud,
Id merupakan sumber segala energi psikis sehingga Id merupakan komponen utama
dalam kepribadian. Id
adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir, aspek
kepribadiannya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan primitif. Id
didorong oleh prinsip kesenangan yang berusaha untuk memenuhi semua keinginan
dan kebutuhan, apabila tidak terpenuhi maka akan timbul kecemasan dan
ketegangan. Menurut Frued id mencoba untuk menyelesaikan ketegangan yang
diciptakan oleh prinsip kesenangan dengan proses utama yang melibatkan proses
dalam pembentukan citra mental dari objek yang diinginkan sebagai cara untuk
memuaskan kebutuhan. Sebagai contoh adalah ketika merasa lapar atau haus maka
akan segera memenuhi kebutuhan tersebut dengan makan atau minum sampai id
tersebut terpenuhi.
Yang kedua adalah Ego.
Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani dengan
realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan
dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi
ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar. Ego beroperasi menurut
proses sekunder. Tujuan proses sekunder adalah mencegah terjadinya tegangan
sampai ditemukannya suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan. Dengan
kata lain fungsi ego adalah menyaring dorongan-dorongan yang ingin dipuaskan
oleh Id berdasarkan kenyataan.
Dan komponen yang
terakhir adalah Superego. Superego adalah suatu gambaran kesadaran akan
nilai-nilai dan moral masyarakat yang ditanam oleh adat-istiadat, agama, orangtua,
dan lingkungan. Pada dasarnya Superego adalah hati nurani, jadi Superego
memberikan pedoman untuk membuat penilaian, baik yang benar atau yang salah.
Superrgo hadir dalam sadar, prasadar dam tidak sadar. Id, Ego dan Superego
saling mempengaruhi satu sama lain, ego bersama dengan superego mengatur dan
mengarahkan pemenuhan id dengan berdasarkan aturan-aturan yang benar dalam
masyarakat, agama dan perilaku yang baik atau buruk. Menurut Sigmund Freud,
kunci kepribadian yang sehat adalah keseimbangan antara Id, Ego dan Superego.
Contoh
Teori Freud tentang id, ego dan superego :
Rino akan
mengikuti ujian esok pagi, tapi ia tidak siap untuk mengikuti padahal ia sudah
belajar untuk ujian tersebut. Ketika
pagi datang dan ujian dimulai. Ia melihat soal yang keluar tidak sama dengan
yang ia pelajari. Dalam keadaan kesulitan, ia ingin berbuat curang dan berniat
untuk menyontek. Tetapi rino tidak berani menyontek karena dia tahu menyontek
itu dosa.
Kesimpulan dalam hal ini misalnya saja dalam keadaan ujian kesulitan, id.nya adalah
kepingin berbuat kecurangan. Pada mulanya, Id sama sekali berada di luar kontrol individu. Id
hanya melakukan apa yang disukai. Ia dikendalikan oleh “prinsip kesenangan” (
the pleasure principle ). Pada Id tidak dikenal urutan waktu ( timeless ). Selain itu, juga tidak peduli apakah
pemenuhan keinginan itu akan berbenturan dengan norma-norma yang berlaku. Yang
penting baginya adalah keinginannya terpenuhi dan ia memperoleh kepuasan.
Lalu egonya adalah keinginan menyontek, tetapi
super ego.nya adalah dia tidak berani menyontek karena dia tahu menyontek itu
dosa.
Apabila superego lebih kuat dari pada ego, maka
dia tidak akan menyontek . Dalam hubungannya pada aktivitas
untuk menanggapi suatu permasalahan ada kita tidak bisa terlepas dengan 3
konsep yang diajukan oleh Sigmund
Freud dengan teori psikoanalitiknya seperti konsepsi id, ego, dan super
ego. Yang mana konsepsi id menerangkan kecepatan respon
yang secara tidak sadar dilakukan oleh karena munculnya suatu permasalahan
tertentu, Konsepsi ego harus diikuti proses pemikiran terlebih
dahulu sebelum bertindak, dan konsepsi super ego menyiratkan
kita akan pentingnya harmonisasi antara tindakan yang dilakukan dengan norma
atau kebiasaan yang ada (M.sc, Psikologi Komunikasi, 1986
). Pada mulanya, Id sama sekali berada di luar kontrol individu. Id hanya
melakukan apa yang disukai. Ia dikendalikan oleh “prinsip kesenangan” ( the
pleasure principle ).
3.
JELASKAN
DAN BERI CONTOH PSIKOLOGI DARI SUDUT PANDANG BEHAVIORISME !
Behaviorisme berasal
dari kata behavior ( tingkah laku, kelakuan, perilaku) suatu respon, reaksi dan
tanggapan yang dilakukan oleh suatu organisme. Secara khusus, bagian dari satu
kesatuan pola reaksi. Behaviorisme adalah suatu pandangan teoritis yang beranggapan,
bahwa pokok persoalan psikologi adalah tingkah laku, tanpa mengaitkan
konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran atau mentalitas ( Kamus lengkap psikologi J.P Chaplin)
Teori Behaviorisme
adalah teori belajar yang menekankan pada hasil belajar dan tidak memperhatikan
pada proses berpikir siswa. Menurut
teori ini, belajar dipandang sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi
berdasarkan paradigma Stimulus-Respon,
yaitu suatu proses yang memberikan respon tertentu terhadap stimulus yang
datang dari luar. Proses
Stimulus-Respon (SR) yaitu dorongan,rangsangan, respon serta penguatan. Ada
beberapa jenis teori yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh Behaviorisme yaitu Teori
Pengkondisian Klasikal dari Pavlov, serta Teori Connectionism dari Thornaike,
Teori Operant Conditioning dari B.F.Skinner, teori Watson, Teori Clark Hull,
dan juga Teori Edwin Gutrei.
Terdapat beberapa pandangan tokoh-tokoh tentang
pendekatan behaviorisme yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya
sebagai berikut.
1.
Pavlov
2.
Thorndike
3.
Watson
4.
Clark Hull
5.
Edwin Guthrie, dan
6.
Skiner
Masing-masing tokoh memberikan
pandangan tersendiri tentang apa dan bagaimana behavoristik tersebut.
1.
Teori Pengkondisian Klasikal dari
Pavlov
Ivan
Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia .Classic conditioning
( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov
melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral
dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov
dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana
gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya.
Bertitik
tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu,
perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian
Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia
menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan
segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Ia
mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi pipi pada seekor anjing.
Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan
sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum
makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih
dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila
perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan
hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan
keluar pula.
Makanan
adalah rangsangan wajar, sedang sinar merah adalah rangsangan buatan. Ternyata
kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini
akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut.
Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov
berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid
Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang
ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari
manusia. Melalui eksperimen tersebut Pavlov menunjukkan bahwa belajar dapat
mempengaruhi perilaku seseorang.
2.
Teori Koneksionisme Thorndike
Menurut
Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara
peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus
adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk
mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah
sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dalam
eksperimennya, Thorndike menggunakan kucing.
Dari
eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) tersebut
diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu
adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha –usaha
atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih
dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau
selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum
tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini
sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
Dari percobaan ini Thorndike
menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut
A. Hukum
Kesiapan(law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu
perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan
kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
B. Hukum
Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih
(digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise
adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan
menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi
antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Sehingga prinsip dari hukum
ini menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering
diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
C. Hukum
akibat(law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila
akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil
perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung
dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang
diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan
diulangi.
Selain tiga
hukum di atas Thorndike juga menambahkan hukum lainnya dalam belajar yaitu
Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response), Hukum Sikap ( Set/ Attitude),
Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element), Hukum Respon by
Analogy, dan Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting).
3. Teori
Conditioning Watson
Watson
merupakan seorang behavioris murni. Kajian Watson tentang belajar disejajarkan
dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan diukur. Menurut
Watson, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respons. Dalam
hal ini, stimulus dan respons yang dimaksud dibentuk dari tingkah laku yang
dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Watson mengakui adanya
perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar dan ia
menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan.
4. Teori
Systematic Behavior Clark Hull
Clark Hull
juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respons untuk
menjelaskan pengertian tentang belajar. Dalam hal ini, ia sangat terpengaruh
oleh teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi Hull, seperti
halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk
menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa
kebutuhan biologis dan pemenuhan kebutuhan biologis adalah penting dan
menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia. Sehingga stimulus
dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun
respons yang mungkin akan muncul dapat bermacam-macam bentuknya. Dalam
kenyataannya, teori-teori demikian tidak banyak digunakan dalam kehidupan
praktis, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya. Hingga saat ini,
teori Hull masih sering dipergunakan dalam berbagai eksperimen di laboratorium.
5. Teori
Conditioning Edwin Guthrie
Demikian
halnya dengan Edwin Guthrie, ia juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan
respons untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Menurut Edwin, stimulus
tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana
yang telah dijelaskan oleh Clark dan Hull. Dalam hal ini, hubungan antara
stimulus dan respons cenderung hanya bersifat sementara. Oleh sebab itu, dalam
kegiatan belajar perlu diberikan sesering mungkin stimulus agar hubungan antara
stimulus dan respons bersifat lebih tetap. Ia juga mengemukakan agar respons
yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, sehingga diperlukan
berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respons tersebut. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman(punishment) memegang peranan penting dalam proses
belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaan
dan perilaku seseorang. Setelah Skinner mengemukakan dan mempopulerkan
pentingnya penguatan (reinforcement) dalam teori belajarnya, sehingga
hukuman tidak lagi dipentingkan dalam belajar.
6. Teori
Operant Conditioning Skinner
Konsep-konsep
yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep
lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep
belajar secara sederhana dan dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara
komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respons yang
terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan
perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh
sebelumnya.
Oleh sebab
itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar perlu terlebih dahulu
memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respons
yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul
sebagai akibat dari respons tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa, dengan
menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah
laku hanya akan menambah rumitnya masalah.
Sebab,
setiap alat yang dipergunakan perlu penjelasan lagi,
demikia seterusnya. Dari semua pendukung Teori behavioristik, Teori
Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya. Program-program pembelajaran seperti
Teaching Machine, Pembelajaran berpogram, modul, dan program-program
pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta
mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan
program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan
oleh Skinner.
Contoh studi kasus
tentang stimulus dan respon:
Ada seorang wanita asli
orang sunda, suatu hari ia pergi ke Malaysia untuk menjadi seorang TKW. Ketika
ia pergi ke Malaysia, logat sunda yang ia miliki masih sangat kental. Ia belum
terbiasa dengan logat melayu. Setelah ia tinggal beberapa bulan di Malaysia,
maka yang awalnya tidak bisa logat melayu kini telah dapat memiliki logat
melayu dalam berbicara
Ini merupakan salah
satu contoh teori yang dikemukakan oleh Watson, dimana kepribadian atau tingkah
laku seseorang dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Dari contoh di atas
dapat di ambil kesimpulan bahwa kepribadian, karakter atau tingkah laku seorang
individu dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Belajar dalam teori
behaviorisme ini selanjutnya dikatakan sebagai hubungan langsung antara
stimulus yang datang dari luar (kebiasaan bercakap-cakap dengan majikan di
Malaysia) dengan respons yang ditampilkan oleh individu (bisa logat melayu) .
Respons tertentu akan muncul dari individu, jika diberi stimulus dari luar.