Jumat, 20 Mei 2016

SIFAT MAU MENANG SENDIRI


Menurut Hildayani, Rini (2005:  7.3), mau menang sendiri yaitu prilaku anak yang tidak mau dan tidak bisa menerima kekalahan, maksudnya keadaan yang menyebabkan ia merasa tidak berhasil mencapai apa yang diinginkan, meliputi hal-hal yang bersifat materi maupun non-materi.
Prilaku mau menang sendiri dapat muncul dalam bentuk lain, seperti berbaris selalu ingin didepan, mengerjakan tugas harus selesai terlebih dahulu,berusaha merebut perhatian guru, tidak suka bila temannya mendapat nilai yang lebih tinggi atau temannya dipuji guru sementara dirinya tidak (tidak mendapatkan non materi yang diinginkan).
Prilaku mau menang sendiri erat kaitannya dengan sifat iri hati/cemburu pada teman/orang lain dan belum atau tidak berkembangnya kontrol diri pada anak. Anak yang mau menang sendiri berusaha mendominasi/menguasai anak lain, memaksa temannya untuk mengikuti apa yang diinginkannya.
Pada dasarnya perilaku mau menang sendiri pada anak prasekolah bila terjadi sekali-kali masih dianggap wajir, tapi jika terjadi berulang-ulang dan sering hampir tiap hari maka hal tersebut sudah menjadi masalah dan tidak lagi dapat diterima sebagai hal yang wajar.

Dalam lingkungan kehidupan sehari-hari kita, kapanpun, dimanapun, akan selalu ada saja karakter orang yang mau menang sendiri, sering merendahkan idea atau eksistensi orang lain, sok ngatur dll. Sikap yang sebenarnya dapat dikategorikan sebagai ‘childish’ (kekanak-kanakkan), ya bagai seorang anak kecil yang selalu dimanja, maka saat dia bermain dengan temannya, dia akan selalu ‘ingin menang sendiri’, marah apabila kalah dan membuat suatu permainan berubah jadi ‘ga asik lagi’.

Tidak mau kalah atau menang sendiri merupakan satu sikap buruk dalam pergaulan, interaksi social, maupun kehidupan rumah tangga. Orang yang memiliki karakter seperti ini cenderung otoriter, sombong, dan tidak kenal kompromi. Segala sesuatu harus dibawah kekuasaan dan tunduk pada keinginannya. Jangankan menerima pendapat orang lain, mendengarnya saja sudah tidak mau. 

Bisa jadi pribadi ini sudah terbentuk dari sejak kecil. Mungkin dia sudah dibentuk oleh lingkungannya.Pemanjaan yang berlebihan dapat menjadi penyebab anak sulit menerima kekalahan. Orang tua yang cenderung mengikuti/memenuhi keinginan dengan segera, menyebabkan anak tidak pernah belajar menunda keinginannya, atau menerima kekecewaan. Di kehidupan dewasanya, mereka akan berubah menjadi pribadi yang ingin menang sendiri

Ciri-ciri anak yang mau menang sendiri
Menurut Hildayani, Rini (2005: 7.4), ciri-ciri anak yang mau menang sendiri yaitu,
a)     Kurang mampu mengontrol diri/emosi
b)     Memiliki kecenderungan agresif
c)      Self esteem (harga diri) seolah-olah yang paling tinggi
d)     Empati kurang berkembang
e)     Tidak mengikuti aturan dan bertindak semaunya
f)      Perilakunya memancing kemarahan orang sekitarnya
g)      Kualitas hubungan sosialnya buruk
h)     Memiliki sikap penuntut (demanding)

Penyebab anak mau menang sendiri

Menurut Hildayani, Rini (2005: 7.4), hambatan dalam perkembangan sosial-emosional anak yang maumenang sendiri yang tampil dalam bentuk sikap, prilaku,dan ciri-ciri seperti yang diatas disebabkan olehbeberapa hal, yaitu:
a)     Temperamen anak yang tergolong sulit
Tempramen adalah factor bawaan yang diturunkan oleh orang tua terhadap anaknya yang menyebabkan adanya perbedaan individual dalam merespon lingkungan. Perbedaan tersebut menyangkut delapan hal, yaitu tingkat aktivitas, irama biologis, kecenderungan untuk mendekatkan atau menghindar, kemampuan beradaptasi, ambang sensori, intensitas atau tingkat energy reaksi, suasana hati, rentang perhatian atau ketakutan. Pada anak yang tempramen sulit, kemampuan beradaptasinya kurang, intensitas reaksinya tinggi, dan suara hati yang negative, serta tingkat ketekunan yang rendah, menyebabkan perilaku mau menang sendiri mudah muncul.
b)     Perlakuan dan pola asuh anak yang kurang tepat
Beberapa perlakuan orang tua yang kurang tepat karena terlalu sedikit atau terlalu banyak memenuhi kebutuhan dasar psikologis anak dapat menjadi penyebab berkembang perilaku mau menang sendiri pada anak. Perilaku tersebut misalnya:
1.     Pemanjaan yang berlebihan dapat menjadi penyebab anak sulit menerima kekalahan. Orang tua yang cenderung mengikuti/memenuhi keinginan dengan segera, menyebabkan anak tidak pernah belajar menunda keinginannya, atau menerima kekecewaan.
2.      Kurang perhatian, kasih sayang dan kehangatan dari orang tua juga dapat menjadi penyebab perilaku mau menang sendiri. Kebutuhan psikologisnya tidak terpenuhi dengan cukup, membuat anak tidak merasa nyaman, tidak dicintai, tidak diterima dan tidak berharga bagi orang tuanya.
3.      Orang tua yang cenderung permisif, membiarkan anak berperilaku sesuai keinginannya tanpa ada upaya untuk membatasi perilakunya sehingga pada anak tidak ditanami moral, disiplin dan rasa tanggung jawab.

Menurut Hendra surya (2006:100), mengemukakan faktor yang menyebabkan anak memiliki sikap mau menang sendiri adalah :
1.     Anak terlalu dimanja
Secara sadar atau tidak sadar sebagian orang tua memperlakukan anak secara istimewa. Sehingga orang tua selalu ingin membahagiakan anaknya dengan cara memenuhi segala keinginan anaknya. Rasa kasih sayang secara berlebihan secara perlahan-lahan membentuk karakter pada anak seperti : menuntut perhatian yang berlebihan, menuntut suatu secara berlebihan, setiap keinginan anak harus dipenuhi, tidak mudah puas dengan apa yang diperolehnya, tidak mau berkompromi, dan egois dan selalu menuntut dilayani.
2.     Manifestasi dari rasa iri hati anak
Pribadi anak yang suka iri hati ini dapat terbentuk pada anak yang biasa diperlakukan berbeda satu sama lainnya. Rasa iri hati terus berkembang secara berlarut-larut dan membuat anak memiliki sifat mau menang sendiri.
3.     Pelampiasan dari perlakuan kasar
Perlakuan kasar yang diberikan pada anak, berakibat hal yang tidak mengenakkan dan membuat anak selalu tertekan. Hal ini dapat membangkitkan reaksi emosional yang membuat anak menjadi kesal, jengkel, marah, dan tersinggung. Jika anak terus mendapatkan perlakuan kasar sehingga dapat mempengaruhi anak akan memiliki watak yang keras dan kasar. Jiwa anakpun cenderung menjadi pemberontak dan pendendam.
4.     Efek ketidakhar monisan hubungan dalam keluarga
Anak yang sering menyaksikan perselisihan antara orang tua dapat memberi pengaruh negatif pada perkembangan psikis anak. Tindak kekerasan yang dipertontonkan orang tua terhadap anak, dapat membuat anak mahir melakukan tindak kekerasan , kurang menghargai, dan melecehkan orang lain. Hal ini bisa terjadi, sebab secara psikologis anak yang yang dalam taraf perkembangan kepribadiannya memiliki kecendurungan untuk melakukan peniruan dan mengidentifikasikan perilaku yang dekat dengan dirinya.
5.     Anak merasa kurang diperhatikan dan terabaikan
Jika orang tua kurang memberi perhatian pada anak, suka mengabaikan perasaan dan kebutuhan yang diinginkan anak, kurang menyempatkan diri untuk mendengar dan memperhatikan suara hati nurani anak. Hal ini bisa terjadi disebabkan oleh kesibukan orang tua atau memang mempunyai banyak anak sehingga kurang mempunyai waktu yang cukup untuk memperhatikan sikap anak.
6.     Pengaruh tontonan aksi-aksi kekerasan dari media TV
Dalam media TV saat ini banyak tontonan yang menampilkan aksi-aksi kekerasan pada waktu anak-anak menonton. Aksi kekerasan yang ditampilkan media TV ini akan berdampak buruk terhadap psikis anak. Pada umumnya anak mudah menyerap dan meniru begitu saja bentuk-bentuk perilaku yang ditampilkan. Maka jangan heran, anak kadang bersikap mau menang sendiri, egois, dan bahkan cenderung agresif.

Menurut Hendra Surya (2010: 106), menyatakan cara mengatasi sikap anak yang mau menang sendiri adalah :
·       Berusaha untuk mengingatkan anak tanpa menyinggung perasaan anak.
·       Perlakukan anak dengan sabar.
·       Jangan terlalu memanjakan anak.
·       Ciptakan suasana kebersamaan dalam keluarga.
·       Dampingi anak ketika menonton TV dan bermain PS.
·       Ajarkan anak cara bergaul dengan baik dan menyenangkan.
Sumber :


KESUKSESAN PUTRA/PUTRI INDONESIA DALAM KOMPETISI INTERNASIONAL DI BIDANG MATEMATIKA


Setelah 25 tahun keiikutsertaan Indonesia dalam ajang Olimpiade Matematika Internasional, akhirnya tim Indonesia berhasil meraih medali emas. Tim Olimpiade Matematika Indonesia (TOMI) yang terdiri dari enam peserta berhasil membawa pulang satu medali emas, satu perak, dan empat perunggu dari ajang International Mathematical Olympiad (IMO) ke - 54 yang diselenggarakan di Santa Marta, Kolumbia tanggal 18 – 27 Juli 2013.
Medali emas dipersembahkan oleh Stephen Sanjaya (SMAK 1 BPK Penabur Jakarta) yang berada di rangking 10 dari 528 peserta. Sedangkan, medali perak diraih oleh Fransisca Susan (SMAK 1 BPK Penabur Jakarta) dan empat perunggu masing-masing diperoleh oleh Stephen Sanjaya (SMAK 1 BPK Penabur Jakarta), Bivan Alzacky Harmanto (SMA Labschool Jakarta), Gede Bagus Bayu Pentium (SMA Semesta Semarang), Reza Wahyu Kumara (SMAN Sragen BBS), dan Kevin Christian Wibisono (SMAK IPEKA Puri Indah Jakarta).
Al Haji mengatakan pada tahun 2012, Indonesia hanya berada pada ranking ke-35 dari 100 negara dengan perolehan 1 perak, 3 perunggu, dan 1 honorable mention. Menurutnya, pencapaian Indonesia tahun ini menunjukkan kemampuan Matematika siswa Indonesia sudah diakui di tingkat dunia. Dia berharap prestasi keenam peserta IMO tersebut bisa memotivasi para siswa Indonesia agar menyukai pelajaran Matematika.
Keberangkatan tim Indonesia ke ajang IMO 2013 didampingi oleh tim pembina yang terdiri dari Dr. Budi Surodjo (Universitas Gajah Mada) sebagai leader, Dr. Yudi Satria (Universitas Indonesia) sebagai deputy leader, Dr. Hery Susanto (Universitas Negeri Malang) sebagaiobserver, serta Dr. Alhaji Akbar Bachtiar (Universitas Indonesia) sebagai observer

Sumber:


PSIKOLOGI UMUM : GESTALT, PSIKOANALISIS DAN BEHAVIOURISME

1.      JELASKAN DAN BERI CONTOH PSIKOLOGI DARI SUDUT PANDANG GESTALT!

Arti Gestalt bisa bermacam-macam sekali, yaitu form, shape (dalam bahasa Inggris ) atau bentuk, hal, peristiwa, hakikat esensi, totalitas. Terjemahannya ke dalam bahasa Inggris pun bermacam-macam antara lain shape psychology, convigurationism, whole psychology, dan sebagainya. Karena adanya kesimpangsiuran dalam penerjemahan, akhirnya para sarjana di seluruh dunia sepakat untuk menggunakan istilah “Gestalt” tanpa menerjemahkannya ke dalam bahasa lain.
Menurut Kamus Lengkap Psikologi buatan J.P. Chaplin, Gestalt adalah aliran atau posisi sistematis dalam bidang psikologi, dengan dampak adanya penentuan bahwa pokok persoalan yang sejati bagi psikologi ialah tingkah laku dan pengalaman sebagai kesatuan totalitas.
Psikologi gestatl berasal dari gerakan intelektual Jerman yang sangat dipengaruhi oleh berbagai model akademi Wurzburg terdahulu dan pendekatan fenomenologis terhadap ilmu pengetahuan. Psikologi gestalt lebih terfokus pada proses-proses persepsi, di mana pokok pikirannya yang utama adalah ‘bahwa suatu keseluruhan adalah lebih besar daripada penjumlahan bagian-bagiannya’.
Solso dkk (2007:435) menjelaskan, “para tokoh dan penganut gestaltist beranggapan bahwa suatu permasalahan (perseptual) ada ketika ketegangan (strees) muncul sebagai interaksi antara persepsi dan memori”. Dalam teori gestalt ini juga terdapat konsep functional fixedness yang tidak lain adalah merupakan konsep dari Karl Duncker (1945). Konsep tersebut memberikan kecenderungan untuk mempersepsikan suatu barang sesuai fungsinya. Hal ini bisa jadi, sebagai salah satu faktor penghambat seseorang dalam menyelesaikan permasalahan. Sedangkan langkah-langkah yang ditawarkan oleh psikologi gestalt yakni, langkah pertama mengevaluasi harapan yang kemudian dilanjutkan dengan hipotesis, setelah itu pengujian terhadap hipotesis, dan langsung pada tahap hipotesis terkonfirmasi (bila hipotesis awal diterima). Apabila tidak, maka kembali menjari hipotesis baru (hipotesis tidak terkonfirmasi).
Dalam hal ini Psikologi Gestalt sependapat dengan pandangan filsafat fenomenologi yang mengatakan bahwa pengalaman haruslah dilihat secara netral, tidak dipengaruhi oleh apa pun. Menurut gestalt, belajar adalah gejala kognitif pada organisme untuk mendapatkan penyelesaian problema yang di hadapi. Teori ini dikembangkan oleh tiga orang, Max Wertheimer, Kurt Koffka, dan Wolfgang Kohler.
Studi kasus tentang psikologi gestalt:
Kohler melakukan sebuah percobaan melalui seekor simpanse bernama Sultan untuk membuktikan fungsi insight dalam proses pemecahan masalah.
Eksperimen I
Problem yang dihadapi oleh simpanse, yaitu pisang diletakkan digantung di atas sangkar sehingga simpanse tidak dapat meraih pisang tersebut. Di sudut sangkar diletakkan sebuah kotak yang kuat untuk dinaiki oleh simpanse. Pada awalnya simpanse berusaha meraih pisang yang digantung di atas sangkat, tetapi ia selalu gagal. Kemudian simpanse memerhatikan sekeliling sangkar dan ia melihat sebuah kotak yang kuat, maka timbullah pemahaman dalam diri simpanse, yakni menghubungkan kotak tersebut dengan pisang. Lalu kotak tersebut diambil dan ditaruh tepat di bawah pisang. Selanjutnya simpanse menaiki kotak dan akhirnya ia dapat meraih pisang tersebut.
Eksperimen II
Sama dengan eksperimen dua, pisang ditaruh di atas sangkar dan ada kotak, hanya saja pada eksperimen ini ada dua kotak yang dapat disambung untuk dinaiki dan digunakan untuk meraih pisang di atas sangkar, pada awalnya simpanse menggunakan kotak satu untuk meraih pisang diatas sangkar, tetapi gagal. Simpanse melihat ada satu kotak lagi di dalam sangkar dan ia menghubungkan kotak tersebut dengan pisang dan kotak yang satunya lagi. Dengan pemahaman tersebut, simpanse menyusun kotak-kotak itu dan ia berdiri di atas kotak-kotak dan akhirnya dapat meraih pisang diatas sangkar dengan tangnnya.
Ada pun contoh penerapan gestalt dalam kehidupan sehari-hari:
Ada seorang siswa bernama Bayu, Bayu adalah siswa yang rajin belajar. Ia tidak pernah bolos pelajaran. Kemudian suatu hari ia di panggil oleh guru BP untuk menghadapnya. Bayu merasa ketakutan, ia berpikir bahwa ia sedang mendapat masalah. Setelah ia datang menemui guru BP, ternyata presepi bayu selama ini salah. Ia berpikir jika di panggil guru BP maka ia akan mendapat masalah.
Dari percobaan pada simpanse di atas dapat disimpulkan bahwa dengan insight atau pemahaman, kita dapat memecahkan masalah yang dihadapi. Selain itu, percobaan tersebut dapat membuktikan bahwa perilaku simpanse dalam memecahkan masalah tidak hanya di dasarkan oleh stimulus dan respon, tetapi juga karena adanya pemahaman mengenai masalah dan bagaimana cara memecahkan masalah tersebut. Pada awalnya simpanse harus membentuk sebuah presepsi tentang situasi yang ada menggambungkan semua hal yang relevan dalam masalah sebelum muncul insight. Insight sangat penting dalam sebuah proses belajar. Pembentukan insight dalam diri individu belajar terjadi karena adanya persepsi terhadap lingkungannya. Insight juga akan muncul apabila seseorang telah beberapa saat mencoba dan memahami suatu masalah sehingga di dapat kejelasan dan di mengerti maknanya.
Kesimpulan dari cerita Bayu adalah bahwa Bayu merasakan sensasi ketakutan ketika tahu jika ia di panggil guru BP dan ia membentuk sebuah presepsi jika di panggil guru BP maka akan mendapat sebuah masalah. Biasanya presepsi itu berhubungan dengan pikiran yang negatif.
Pemahaman tergantung pada situasi atau lingkungan, sebab insight itu hanya mungkin terjadi apabila situasi belajar itu diatur sedemikian rupa sehingga hal-hal yang perlu dapat diamati. Belajar dengan pemahaman dapat diulangi, jika suatu masalah yang telah dipecahkan dengan insight lain kali diberikan lagi pada pelajar yang bersangkutan, maka dia dengan langsung dapat memecahkan masalah itu lagi.

2.      JELASKAN DAN BERI CONTOH PSIKOLOGI DARI SUDUT PANDANG ANALISA !

Aliran psikoanalitik mempelajari perkembangan kepribadian dan perilaku abnormal daripada aliran psikologi. Aliran ini di kembangkan oleh Dr. Sigmund Freud sehingga lebih dikenal dengan nama Aliran Freud. Aliran Psikoanalisa dari Sigmund Freud berasumsi bahwa energi penggerak awal perilaku manusia berasal dari dalam diri manusia yang terletak jauh di alam bawah sadar. Itulah sebabnya, mengapa begitu banyak penyakit fisik yang disebabkan oleh tertekannya psikologis seseorang.
Sigmund Freud mengemukakan bahwa kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak-sadar (unconscious). Baru pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yakni id, ego, dan superego.
Sigmud Freud merupakan seorang psikolog dan filosof terkenal dan pernah mendapatkan penghargaan Goethe Prize. Beliau lahir pada 6 Mei 1856 di Freiberg, beliau merupakan seorang Austria keturunan Yahudi dan juga pendiri aliran psikoanalisis dalam bidang ilmu psikologi. Pada mulanya istilah psikoanalisis hanya dipergunakan dalam hubungan dengan Freud saja, sehingga “psikoanalisis” dan “psikoanalisis” Freud sama artinya. Bila beberapa pengikut Freud dikemudian hari menyimpang dari ajarannya dan menempuh jalan sendiri-sendiri, mereka juga meninggalkan istilah psikoanalisis dan memilih suatu nama baru untuk menunjukan ajaran mereka. Contoh yang terkenal adalah Carl Gustav Jung dan Alfred Adler, yang menciptakan nama “psikologi analitis” (en: Analitycal psychology) dan “psikologi individual” (en: Individual psychology) bagi ajaran masing-masing.
* Psikoanalisis memiliki tiga penerapan:
1) suatu metoda penelitian dari pikiran
2) suatu ilmu pengetahuan sistematis mengenai perilaku manusia
3) suatu metoda perlakuan terhadap penyakit psikologis atau emosional.

* Menurut Freud psikoanalisis mempunyai tiga arti Bertens 1979 yaitu:
1.  untuk menunjukkan suatu metoda penelitian terhadap proses-proses psikis yang sebelumnya hampir tidak terjangkau oleh penelitian ilmiah;
2.  untuk menunjukkan suatu teknik untuk menyembuhkan gangguan-gangguan jiwa yang dialami pasien neurosis;
3.  untuk menunjukkan seluruh pengetahuan psikologis yang diperoleh melalui metoda dan teknik tersebut.
Menurut Sigmund Freud, Id merupakan sumber segala energi psikis sehingga Id merupakan komponen utama dalam kepribadian. Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir, aspek kepribadiannya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan primitif. Id didorong oleh prinsip kesenangan yang berusaha untuk memenuhi semua keinginan dan kebutuhan, apabila tidak terpenuhi maka akan timbul kecemasan dan ketegangan. Menurut Frued id mencoba untuk menyelesaikan ketegangan yang diciptakan oleh prinsip kesenangan dengan proses utama yang melibatkan proses dalam pembentukan citra mental dari objek yang diinginkan sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan. Sebagai contoh adalah ketika merasa lapar atau haus maka akan segera memenuhi kebutuhan tersebut dengan makan atau minum sampai id tersebut terpenuhi.
Yang kedua adalah Ego. Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani dengan realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar. Ego beroperasi menurut proses sekunder. Tujuan proses sekunder adalah mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukannya suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan. Dengan kata lain fungsi ego adalah menyaring dorongan-dorongan yang ingin dipuaskan oleh Id berdasarkan kenyataan.
Dan komponen yang terakhir adalah Superego. Superego adalah suatu gambaran kesadaran akan nilai-nilai dan moral masyarakat yang ditanam oleh adat-istiadat, agama, orangtua, dan lingkungan. Pada dasarnya Superego adalah hati nurani, jadi Superego memberikan pedoman untuk membuat penilaian, baik yang benar atau yang salah. Superrgo hadir dalam sadar, prasadar dam tidak sadar. Id, Ego dan Superego saling mempengaruhi satu sama lain, ego bersama dengan superego mengatur dan mengarahkan pemenuhan id dengan berdasarkan aturan-aturan yang benar dalam masyarakat, agama dan perilaku yang baik atau buruk. Menurut Sigmund Freud, kunci kepribadian yang sehat adalah keseimbangan antara Id, Ego dan Superego. 

Contoh Teori Freud tentang id, ego dan superego :

Rino akan mengikuti ujian esok pagi, tapi ia tidak siap untuk mengikuti padahal ia sudah belajar untuk  ujian tersebut. Ketika pagi datang dan ujian dimulai. Ia melihat soal yang keluar tidak sama dengan yang ia pelajari. Dalam keadaan kesulitan, ia ingin berbuat curang dan berniat untuk menyontek. Tetapi rino tidak berani menyontek karena dia tahu menyontek itu dosa.
Kesimpulan dalam hal ini misalnya saja dalam keadaan ujian kesulitan, id.nya adalah kepingin berbuat kecurangan. Pada mulanya, Id sama sekali berada di luar kontrol individu. Id hanya melakukan apa yang disukai. Ia dikendalikan oleh “prinsip kesenangan” ( the pleasure principle ). Pada Id tidak dikenal urutan waktu ( timeless ).  Selain itu, juga tidak peduli apakah pemenuhan keinginan itu akan berbenturan dengan norma-norma yang berlaku. Yang penting baginya adalah keinginannya terpenuhi dan ia memperoleh kepuasan.
 Lalu egonya adalah keinginan menyontek, tetapi super ego.nya adalah dia tidak berani menyontek karena dia tahu menyontek itu dosa.  Apabila superego lebih kuat dari pada ego, maka dia tidak akan menyontek . Dalam hubungannya pada aktivitas untuk menanggapi suatu permasalahan ada kita tidak bisa terlepas dengan 3 konsep yang diajukan oleh  Sigmund Freud dengan teori psikoanalitiknya seperti konsepsi id, ego, dan super ego. Yang mana konsepsi id menerangkan kecepatan respon yang secara tidak sadar dilakukan oleh karena munculnya suatu permasalahan tertentu, Konsepsi ego harus diikuti proses pemikiran terlebih dahulu sebelum bertindak, dan konsepsi super ego menyiratkan kita akan pentingnya harmonisasi antara tindakan yang dilakukan dengan norma atau kebiasaan yang ada (M.sc, Psikologi Komunikasi, 1986 ). Pada mulanya, Id sama sekali berada di luar kontrol individu. Id hanya melakukan apa yang disukai. Ia dikendalikan oleh “prinsip kesenangan” ( the pleasure principle ).

3.      JELASKAN DAN BERI CONTOH PSIKOLOGI DARI SUDUT PANDANG BEHAVIORISME !

Behaviorisme berasal dari kata behavior ( tingkah laku, kelakuan, perilaku) suatu respon, reaksi dan tanggapan yang dilakukan oleh suatu organisme. Secara khusus, bagian dari satu kesatuan pola reaksi. Behaviorisme adalah suatu pandangan teoritis yang beranggapan, bahwa pokok persoalan psikologi adalah tingkah laku, tanpa mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran atau mentalitas ( Kamus lengkap psikologi J.P Chaplin)
Teori Behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada hasil belajar dan tidak memperhatikan pada proses berpikir siswa. Menurut teori ini, belajar dipandang sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma Stimulus-Respon, yaitu suatu proses yang memberikan respon tertentu terhadap stimulus yang datang dari luar. Proses Stimulus-Respon (SR) yaitu dorongan,rangsangan, respon serta penguatan. Ada beberapa jenis teori yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh Behaviorisme yaitu Teori Pengkondisian Klasikal dari Pavlov, serta Teori Connectionism dari Thornaike, Teori Operant Conditioning dari B.F.Skinner, teori Watson, Teori Clark Hull, dan juga Teori Edwin Gutrei.
Terdapat beberapa pandangan tokoh-tokoh tentang pendekatan behaviorisme yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya sebagai berikut.
1.       Pavlov
2.      Thorndike
3.      Watson
4.      Clark Hull
5.      Edwin Guthrie, dan
6.      Skiner 

Masing-masing tokoh memberikan pandangan tersendiri tentang apa dan bagaimana behavoristik tersebut.
1.      Teori Pengkondisian Klasikal dari Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia .Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya.
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi pipi pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang sinar merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia. Melalui eksperimen tersebut Pavlov menunjukkan bahwa belajar dapat mempengaruhi perilaku seseorang.

2.      Teori Koneksionisme Thorndike
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dalam eksperimennya, Thorndike menggunakan kucing.
Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) tersebut diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha –usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.

Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut
A.    Hukum Kesiapan(law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
B.     Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Sehingga prinsip dari hukum ini menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
C.     Hukum akibat(law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.  

Selain tiga hukum di atas Thorndike juga menambahkan hukum lainnya dalam belajar yaitu Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response), Hukum Sikap ( Set/ Attitude), Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element), Hukum Respon by Analogy, dan Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting).

3.      Teori Conditioning Watson
Watson merupakan seorang behavioris murni. Kajian Watson tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan diukur. Menurut Watson, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respons. Dalam hal ini, stimulus dan respons yang dimaksud dibentuk dari tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Watson mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar dan ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan.

4.      Teori Systematic Behavior Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respons untuk menjelaskan pengertian tentang belajar. Dalam hal ini, ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemenuhan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia. Sehingga stimulus dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respons yang mungkin akan muncul dapat bermacam-macam bentuknya. Dalam kenyataannya, teori-teori demikian tidak banyak digunakan dalam kehidupan praktis, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya. Hingga saat ini, teori Hull masih sering dipergunakan dalam berbagai eksperimen di laboratorium.

5.      Teori Conditioning Edwin Guthrie
Demikian halnya dengan Edwin Guthrie, ia juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respons untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Menurut Edwin, stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Clark dan Hull. Dalam hal ini, hubungan antara stimulus dan respons cenderung hanya bersifat sementara. Oleh sebab itu, dalam kegiatan belajar perlu diberikan sesering mungkin stimulus agar hubungan antara stimulus dan respons bersifat lebih tetap. Ia juga mengemukakan agar respons yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, sehingga diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respons tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaan dan perilaku seseorang. Setelah Skinner mengemukakan dan mempopulerkan pentingnya penguatan (reinforcement) dalam teori belajarnya, sehingga hukuman tidak lagi dipentingkan dalam belajar.
6.      Teori Operant Conditioning Skinner
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana dan dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respons yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.
Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respons yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respons tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa, dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah.
Sebab, setiap alat yang dipergunakan perlu penjelasan lagi, demikia  seterusnya. Dari semua pendukung Teori behavioristik, Teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berpogram, modul, dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner.

Contoh studi kasus tentang stimulus dan respon:
Ada seorang wanita asli orang sunda, suatu hari ia pergi ke Malaysia untuk menjadi seorang TKW. Ketika ia pergi ke Malaysia, logat sunda yang ia miliki masih sangat kental. Ia belum terbiasa dengan logat melayu. Setelah ia tinggal beberapa bulan di Malaysia, maka yang awalnya tidak bisa logat melayu kini telah dapat memiliki logat melayu dalam berbicara

Ini merupakan salah satu contoh teori yang dikemukakan oleh Watson, dimana kepribadian atau tingkah laku seseorang dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Dari contoh di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa kepribadian, karakter atau tingkah laku seorang individu dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Belajar dalam teori behaviorisme ini selanjutnya dikatakan sebagai hubungan langsung antara stimulus yang datang dari luar (kebiasaan bercakap-cakap dengan majikan di Malaysia) dengan respons yang ditampilkan oleh individu (bisa logat melayu) . Respons tertentu akan muncul dari individu, jika diberi stimulus dari luar.